Rabu, 30 Januari 2019

Januari, awal untuk akhir yang pilu.

Januari telah mendewasakan hati gadis kecil kesayanganku itu. 

Aku Januari, kisah yang tidak sesempurna kelihatannya.
Aku Januari, air mata kelabu yang sunyi.
Aku Januari, hari persinggahan terakhir yang pilu.
Aku Januari, hari-hari lalu yang sekarang semu.
Aku Januari, awal bagi kecewa yang tak kunjung sirna.
Aku Januari, hari-hari menyambut sepi yang sesungguhnya. 

Rumah dan Keluarga.





Untuk kalian yang saat ini jauh dari keluarga, pulanglah. Keluargamu menunggumu di rumah. 

1.06 AM
Akan ada tempat yang akan selalu menerima hadir dan pergi nya dirimu,
Akan ada satu tempat yang akan selalu menjadi tempat paling menenangkan untuk bersikap seadanya,
Akan ada satu tempat yang sama sekali tidak akan pernah menghakimi-mu,
Keluarga adalah rumah yang sebenarnya,
Tidak peduli sebesar apa kesalahanmu,
Tidak peduli sebesar apa cinta yang kamu punya,
Tidak peduli sebesar apa uang yang ada di dalam dompetmu,
Ayah, Ibu, Adik, Kakak, mereka akan selalu menerima dan menyayangimu,
Mereka akan selalu menguatkanmu,
Mereka akan selalu mendukungmu,
Mereka...akan selalu menjadi tempat untukmu pulang ketika kamu penat dengan semesta yang semakin hari semakin berisik.

Selasa, 29 Januari 2019

Berpisah (lagi)

Bandar Lampung, 8 Januari 2019.
Hari di mana semesta mengecewakan gadis kecil kesayanganku.


"Aku tidak ingat kapan terakhir kali berkirim pesan dan bertukar kabar padamu, tapi hari ini tepat di depanmu aku ingin jujur padamu. Yala aku tahu kalau kamu sudah berhasil untuk tidak berhenti pada harapan yang mati itu. Tapi kenapa sekarang kamu mematikan kembali hatimu, Yal? Kenapa sampai sekarang kamu masih saja tidak bisa membiarkan orang lain memasuki duniamu yang sepi itu, padahal kamu sendiri tahu dan paham bahwa kamu tidak suka sepi, kamu tidak suka kesepian. Benar katamu dulu, rasa sayang dan benci yang ada padamu itu sama-sama besar. Sampai aku paham jika kamu sudah jatuh sayang, maka rasa sayangmu akan sangat besar. Pun begitu dengan bencimu. Buang, Yala. Buang sifat yang seperti itu. Aku ingin kamu berdamai dengan semesta dan juga perasaanmu. Aku hanya takut, sedihmu saat ini akan membuatmu kembali akrab dengan sepi yang terus membuatmu menjadi seseorang yang tidak lagi bisa kukenali."

"Aku hanya ingin kamu pulang, Ram. Kalau ada kamu di sini, semua akan baik-baik saja."

"Yang seperti itu yang tidak bisa, kamu tidak akan pernah bisa menggantungkan hari-harimu denganku, Yala."

"Lalu yang sekarang ini apa? Kamu hanya ingin memberiku salam perpisahan dengan cara ini?"

"Aku sangat ingin dekat denganmu. Sangat, Yala. Sangat. Tapi aku tidak bisa. Aku tidak bisa kembali. Tempatku bukan lagi di sana. Juga bukan lagi di sampingmu. Kamu berhak bahagia tanpa aku. Dan aku yakin kalau kamu bisa."

"Rama, kenapa ya orang-orang di bumi ini diciptakan hanya untuk datang kemudian pergi?"

"Karena ada sebagian orang yang memang diciptakan untuk menjadi kenangan di dalam hidupmu, Yala."

"Termasuk kamu?"

"Kalau bisa memutar waktu, aku ingin terus bersamamu. Aku ingin menghabiskan sisa umurku di sampingmu. Tapi nyatanya, aku tidak bisa. Bukan karena aku tak ingin, tapi bagiku bahagiamu adalah segalanya. Jika dengan melepasmu aku bisa melihatmu bahagia, maka itu akan kulakukan."

"Kalimatmu aneh, Rama."

"Yala, cobalah mengerti. Kamu bukan lagi Yala yang ketika smp yang akan menangis jika tidak kuajak bermain layang-layang atau ketika aku tidak bisa membelikanmu sepasang kura-kura berwarna biru. Kamu sudah dewasa, sebentar lagi akan ada penambahan gelar di belakang namamu. Kamu sudah bukan lagi anak kecil. Sudah saatnya kamu melangkah, mencari bahagiamu yang bukan aku. Cari tempatmu untuk pulang, Yala."

"Tempatku pulang hanya padamu, Rama."



Tak kusangka Rama masih saja begitu, setelah lama tak berkabar, ia datang hanya untuk memberi salam perpisahan seperti ini? Semesta, mengapa tidak kau hilangkan saja aku dari bumi ini? Mengapa tidak kau buang saja aku ke dasar laut agar aku bisa berenang dengan kura-kura biru dan melupakan semua hal tentang, Rama? 

Andai bisa kuputar waktu, aku lebih memilih untuk tidak bertemu dengan Rama, sekalipun aku tidak ingin.



"Yala, aku bukan rumahmu. Selamanya aku tidak akan bisa menjadi rumahmu untuk pulang. Kamu terlalu sempurna untuk tinggal di rumah gubuk ini."

"Apa yang sempurna hanya boleh bersanding dengan yang sempurna, Rama?"

"Untuk kali ini, iya, Yala. Iya."

"Apa ini artinya kamu benar-benar ingin berpisah dariku? Kamu ingin mengakhiri semuanya?"

"Yala, bahkan bagiku kita tidak pernah memulai sesuatu. Kita hanya bersahabat. Cukup. Tidak lebih dari itu."



Kau dengar? Bahkan baginya aku tidak pernah lebih dari sekadar sahabat baginya. Rupanya aku lah yang benar-benar telah salah berharap. Aku salah telah menaruh harapan padanya. Selama ini aku salah. 



Dan Jogja sekali lagi menjadi saksi bisu untuk perasaan yang sudah tidak lagi bisa dikatakan hancur ini.



Yala aku tahu apa yang kamu inginkan sebenarnya, tapi aku tidak bisa menjanjikan bahagia untukmu. Walau sebenarnya aku tahu, bahagiamu itu sangat sederhana. Kamu ingin melihatku selalu ada di sampingmu, bukan? Tapi aku terlalu pengecut, Yala. Aku tidak bisa mengatakan bahwa bahagiaku pun ada padamu. Sekali lagi, Jogja, aku lepaskan gadis mungil kesayanganku ini, batin Rama.



Kisah ini terlalu pilu jika hanya berakhir di sini.